Potret Pesona 'Jurim' di Kaki Tambora |
Hingga kini, mereka masih eksis dalam Upaya Pelayanan Kesehatan. Kita dapat menemukan mereka saat pelaksanaan Posyandu di tiap-tiap desa.
Para Jurim dalam rangka memberikan pelayanan imunisasi sering dihadapkan pada situasi dilematis dan pro kontra. Sebab asasnya adalah "Sakit-sakit dahulu baru senang kemudian". Banyak para orang tua menolak anaknya untuk diimunisasi dengan berbagai faktor dan alasan.
Belum lagi, para teknokrat yang menggunakan sudut pandang Modern dan Tradisional. Ada kasus, Sang Istri mau anaknya diimunisasi, tetapi takut dimarahi oleh Sang Suami. Inilah contoh kecil tantangan atau dinamika yang dialami oleh Jurim, yang penulis sebut sebagai Pesona.
Tentu masing-masing tempat punya pesonanya tersendiri. Kali ini kita lukis pesona yang berada di Kaki Gunung Tambora ini.
Syafrudin.,AMK, mengungkapkan: "Kalau bicara pelayanan Imunisasi di Kaki Gunung Tambora memang merupakan sebuah tantangan, selain jarak yang jauh juga ada kebiasaan musim tanam dan panen. Banyak orang tua membawa anaknya ke area pertanian/ pegunungan".
Iksan.,AMK, mengungkapkan: "Yang paling asyik itu, kalau kita melakukan Pelayanan di Desa Oi Bura. Memang, jalannya belum diaspal, dan banyak lubang, serta berlumpur pada musim hujan. Namun hasil alamnya luar biasa. Ada jeruk, durian, alpukat, jambu, kopi dan sayuran yang bisa kita bawa pulang".
Fitratul Aulya.,A.Md.Kep, yang baru tiga tahun menjadi Jurim mengemukakan: "Pada awalnya, muncul rasa takut. Terkadang tangan gemetar, apalagi saat Pemberian Imunisasi BCG, sebab tehniknya berbeda dengan tehnik pemberian imunisasi lainnya seperti Campak dan DPT.".
Cacar.